Sabtu, 14 Juni 2014







KIMIA ORGANIK


   LABORATORIUM






              Percobaan :  Bilangan Peroksida
         
           Penulis :  Maulana Adi Wibowo    (2313 030 025)           


             Tanggal Percobaan         : 15 Mei 2014
             Tanggal Penyerahan       : 15 Mei 2014
             Dosen Pembimbing        : Warlinda Eka Triastuti, S.Si. MT.
             Asisten Laboratorium     : Didik Mujayadi. Amd


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
                                                 2014




ABSTRAKSI

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dan menhitung angka bilangan peroksida dalam sampel dan untuk mengetahui pengaruh bilangan bilangan peroksida pada mutu sampel.
Prosedur percobaan dari penentuan angka peroksida adalah pertama menimbang minyak sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup, ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari asam asetat glasial: kloroform (3:2), mengocok larutan sampai minyak larut, setelah minyak larut, tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan di tutup rapat sambil dikocok. Diamkan selama 1 menit dengan kadang digoyangkan, ditambahkan 30 ml aquadest. (Warna kuning jernih berubah menjadi kuning keruh), kemudian titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang (kocok dengan kuat). Catatan: titrasikan sampai warna kuning hampir hilang tapi jangan sampai warna kuning menjadi benar-benar hilang karena saat penambahan amilum tidak akan terjadi perubahan warna menjadi biru, ditambahkan 0,5 ml amilum 1 %. Campuran berubah menjadi biru gelap, lanjutkan titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang.
Hasil perhitungan bilangan peroksida yang terdapat pada sampel Minyak Goreng Curah (Jelantah) dari kantin D3 FTI  yaitu sebesar 3,84 meq peroksid/kg, dan pada sampel Minyak goreng Curah (Jelantah) dari penjualgorengan di daerah Gebang yaitu sebesar 2,08 meq peroksid/kg. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.



BAB I
Pendahuluan
                     
I.1 Latar Belakang
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri (menik, 2012).
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini (menik, 2012).
Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi memiliki ciri-ciri yang khas, diantaranya. Jika dilihat secara kasat mata minyak goreng tersebut cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika dibandingkan dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih berwarna kuning sampai coklat muda. Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tekoferol (vitamin E)(menik, 2012).
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida (menik, 2012).

I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara untuk mengetahui dan menghitung angka bilangan peroksida dalam sampel?
2. Bagaimana cara mengetahui pengaruh bilangan peroksida pada mutu sampel?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui dan menghitung angka bilangan peroksida dalam sampel
2. Untuk mengetahui pengaruh bilangan peroksida pada mutu sampel

I.4 Manfaat Percobaan
1. Mengetahui dan dapat menghitung angka bilangan peroksida dalam sampel
2. Mengetahui pengaruh bilangan peroksida pada mutu sampel


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
                     
II.1 Pengertian Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid yaitu, senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organic non-polar misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Fessenden and Fessenden, 1982).
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan asam lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga senyawa ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak penyusun lemak itu sama disebut trigliserida paling sederhana. Tetapi jika ketiga asam lemak tersebut tidak sama disebut dengan trigliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. 
   Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan berwujud padat pada suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam lemak jenuh sehingga berupa zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak tidak jenuh berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah minyak tumbuhan. Lemak jika dikenakan pada jari akan terasa licin, dan pada kertas akan membentuk titik transparan (C. Budimarwanti, 2000).

II.2 Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak
Sifat Sifat Fisika Minyak dan Lemak:
1. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu:
a.  Zat warna alamiah
Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
b. Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah
1. Warna gelap
Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (Vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.
2. Warna coklat
Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar.
3. Warna kuning
Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-meraha
2. Kelarutan
Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alcohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon dioksida dan pelarut-pelarut halogen
3. Titik didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
4. Slipping Point
Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
5. Shot Melting Point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
6. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25. akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40. atau 60untuk lemak yang titik cairnya tinggi

7. Indeks Bias
Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

II.3 Sifat Kimia Minyak dan Lemak
1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan abu tengik pada minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida.
3. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak dari lemak atau minyak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan
4. Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester.
(Ketaren, 1982)

II.4 Penyebab Kerusakan Lemak dan Minyak
     Ketengikan (rancidity) diartikan merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavour atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu:
1. Absorbsi bau oleh lemak
2. Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
3. Aksi mikroba
4. Oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut di atas
(Ketaren, 1982)
II.5 Peroksida
Dalam ilmu kimia, peroksida adalah kelompok senyawa yang memiliki ikatan tunggal oksigen oksigen.
Dalam percakapan umum "peroksida" juga dapat merujuk pada larutan hidrogen peroksida. Dalam jenisnya, peroksida dibagi menjadi dua, yaitu peroksida organic dan peroksida anorganik (Anonim, 2013).
Dalam kimia organik peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R'). Jika salah satu dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu disebut hidroperoksida (R-O-O-H). Radikal bebas HOO· disebut juga radikal hidroperoksida, yang dianggap terlibat dalam reaksi pembakaran  hidrokarbon di udara (Anonim, 2013).
Peroksida organik juga cenderung terurai membentuk radikal RO·, yang berguna sebagai katalis dalam berbagai reaksi polimerasi,seperti resin poliester yang digunakan dalamglass-reinforced plastic (GRP). MEKP (metil etil keton peroksida) biasanya digunakan untuk tujuan ini (Anonim, 2013).
Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metil metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin tergang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa hadirnya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi sebagian besar monomer memerlukan beberapa jenis inisiator. Sekarang sudah banyak tersedia inisiator-inisiator radikal bebas; mereka bisa dikelompokkan ke dalam empat tipe utama: peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks, dan beberapa senyawa yang membentuk radikal-radikal di bawah pengaruh cahaya (fotoinisiator). Radiasi berenergi tinggi (partikel α, β, sinar γ dan X) bisa juga menimbulkan polimerisasi radikal bebas, meskipun radiasi seperti ini jarang digunakan (Stevents, 2001).
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.

Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.

Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.

II.6 BILANGAN IOD
Asam lemak yang tidak jenuh dalam mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan benyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh ( S, Ketaren, 1986).
  Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung pada macam halogen dan struktur dari asam lemak. Dalam urutan lemak iod>brom>fluor>klor menunjukkan bahwa semakin ke kanan reaktifitasnya semakin bertambah.


II.6 Peroksida dan hidroperoksida
Di antara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung pada strukturnya. Peroksida yang paling umum diapakai adalah benzoil peroksida, yang mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoiloksi. Radikal benzoil ini mungkin menjalani berbagai reaksi selain beradisi ke monomer, termasuk rekombinasi, dekomposisi ke radikal fenil dan karbondioksida, dan kombinasi radikal. Reaksi-reaksi sekunder ini terjadi karena efek molekul-molekul pelarut yang mengikat (efek “sangkar”), dan sebagai akibatnya, konsentrasi radikal-radikal inisiator berkurang. Dekomposisi imbas adalah suatu reaksi “pembuangan” lainnya (Stevents, 2001).
Dua jenis inisiator lainnya adalah diasetil peroksida dan di-t-butil peroksida. Hidroperoksida-hidroperoksida seperti kumil hidro-peroksida. Karena hidroperoksida mengandung atom hidrogen aktif, dekomposisi imbas terjadi dengan cepat, sebagai contoh melalui radikal ujung rantai. Radikal-radikal peroksi bisa juga berkombinasi dengan pembentukan oksigen berikutnya (Stevents, 2001).
Memanjang ke sisi yang mana terjadinya reaksi, bergantung kepada struktur peroksida, stabilitas radikal-radikal yang mula-mula terbentuk, dan reaktivitas monomer. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak. Benzoil peroksida (waktu paruhnya 30 menit pada 100o C) mempunyai keuntungan pada radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator. Sebaliknya radikal-radikal asetoksi yang terbentuk dari diasetil peroksida, sangat tidak stabil, dan pemborosan inisiator terjadi lebih cepat. Yang lebih stabil daripada radikal benzoiloksi adalah radikal t-butoksi, yang hampir seluruhnya tertangkap (termakan) oleh monomer; tetapi suhu dekomposisinya relatif tinggi (wakttu paruhnya 10 jam 126o C) (Stevents, 2001).
Dekomposisi peroksida seringkali bisa diinduksi pada suhu yang lebih rendah dengan menambah promotor-promotor. Sebagai contoh, adisi N,N-dimetilanilin ke benzoil peroksida menyababkan benzoil peroksida terurai dengan cepat pada suhu kamar. Penelitian-penelitian kinetika menunjukkan bahwa penguraian tersebut melibatkan pembentukan zat antara ionik tak stabil yang bereaksi lebih lanjut untuk memberikan radikal benzoiloksi dan suatu kation radikal. kation radikal ini kelihatannya menjalani reaksi-reaksi selain adisi ke monomer, karena polimer-polimer yang terbentuk dengan metode ini tidak mengandung nitrogen (Stevents, 2001).
Bilangan peroksida adalah banyaknya miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Stevents, 2001).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN


III.1 Variabel Percobaan
Variabel yang digunakan dalam percobaan ini adalah Minyak Goreng Curah (Jelantah)

III.2 Bahan
1.  Sampel (Minyak goreng) 
2.  asam asetat glasial (CH3COOH 100%) dan Chloroform (CHCL3) dengan perbandingan 3 : 2
3.  KI Jenuh
4.  Aquadest
5.  Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
6.  Amilum 1%

III.3 Alat Percobaan
1.  Biuret
2.  Corong kaca
3.  Erlenmeyer
4.  Gelas beaker
5.  Gelas ukur
6.  Kaca arloji
7.  Labu ukur
8.  Pengaduk

III.4 Prosedur Percobaan
1. Dengan menggunakan timbangan analitik, ditimbang minyak sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup.
2. Ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari asam asetat glasial : kloroform (3:2), goyangkan larutan sampai minyak larut.
3. Setelah minyak larut, tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan di tutup rapat sambil dikocok. Diamkan selama 1 menit dengan kadang digoyangkan.
4. Ditambahkan 30 ml aquadest. (Warna kuning jernih berubah menjadi kuning keruh)
5. Kemudian titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning hampir hilang (kocok dengan kuat). Catatan : titrasikan sampai warna kuning hampir hilang tapi jangan sampai warna kuning menjadi benar-benar hilang karena saat penambahan amilum tidak akan terjadi perubahan warna menjadi biru.
6. Ditambahkan 0,5 ml amilum 1 %. Campuran berubah menjadi biru gelap.
7.  Lanjutkan titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang.


BAB IV
Hasil dan Pembahasan

IV.1 Hasil Percobaan

IV.1.1 Tabel Hasil Percobaan Titrasi Pertama
Na2S2O3 0,1 N
Sampel
Volume Titrasi (ml)
V1
V2
V rata-rata
Minyak goreng curah (jelantah) dari kantin D3 FTI
22
24
24

IV.1.2 Tabel Hasil Percobaan Titrasi Kedua
Na2S2O3 0,1 N
Sampel
Volume Titrasi (ml)
V1
V2
V rata-rata
Minyak goreng curah (jelantah) dari penjual gorengan di daerah Gebang
10
16
13

IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan mutu minyak goreng bekas penggorengan jajanan pasar secara kuantitatif yaitu dengan menentukan bilangan peroksida dan bilangan asamnya.Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk senyawa aldehid, senyawa lakton, maupun senyawa akrolein. Hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan minyak.
Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel. Pada minyak bekas diperlukan banyak larutan Na2S2O3 untuk menitrasi I2 yang terbentuk. Berarti sangat banyak peroksida yang terbentuk. Semakin besar bilangan peroksida yang didapat, maka semakin besar kerusakan yang terjadi pada miyak tersebut. Dengan reaksi :     
     Pembentukan bau tengik yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis. Derajat pembentukan bau tengik lemak yang rusak dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dibebaskan.

IV.2.1 Pembahasan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk senyawa aldehid, senyawa lakton, maupun senyawa akrolein. Hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak serta ketengikan minyak.Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel.
Metode yang digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Prosedur pertama pada percobaan ini yang digunakan untuk menentukan bilangan peroksida dari minyak bekas penggorengan jajanan pasar, yaitu mengambil 5 gram sampel minyak yang berwujud cair berwana hitam kecoklatan dicampur dengan 30 mL larutan asam asetat dankloroform (3:2) yang berwujud cair tak berwarna, melarutkan hingga sempurna dan warna larutan berubah menjadi kuning muda.Fungsi dari penambahan kloroform adalah sebagai pelarut.Karenaminyak merupakan kelompok yang masuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya, Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Sedangkan digunakan larutan asam asetat glasial karena alkali iodida akan bereaksi sempurna dalam larutan bersuasana asam.
Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh yang berwujud cair, kuning jernih dan larutan menjadi kuning jernih. Fungsi dari penambahan KI adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel. Pada tahap ini, terjadi reaksi sebagai berikut:
R-OOH + 2KI + H2O à R-OH + I2 + 2 KOH
Kemudian mendiamkan larutan selama 20 menit dan sesekali digoyang dan menambah 30 mL aquades, hal ini bertujuan agar larutan bisa bercampur merata. Sebelum melakukan titrasi dengan Na2S2O3.Larutan ditambahkan larutan amilum 1 % terlebih dahulu.Penambahan amilum berfungsi sebagai indikator adanya I2. Melakukan titrasi  sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang. Tetapi, ternyata setelah ditambahkan larutan amilum, larutan tidak berubah warna dan menunjukkan bahwa larutan tidak mengandung I2. Pada tahap ini terjadi reaksi :
I2  +  2 Na2S2O3 à 2 NaI  +  Na2S4O6
Prosedur yang sama dilakukan juga pada larutan sampel minyak goreng bekas jajanan pasar tetapi tanpa menggunakan indikator amilum 1%.
      Dari tabel IV.1 dapat diketahui bahwa volume total Natrium Tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan sampel minyak goreng jelantah menggunakan indikator amilum 1% dan larutan sampel minyak goreng jelantah tanpa menggunakan indikator amilum 1% adalah masing-masing sebesar 13,1 mL dan 14,7 mL. 
Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dinyatakan bahwa minyak bekas tidak sesuai standar  SNI - 3741- 2013 tentang standar mutu minyak goreng karena nilai bilangan peroksida dan angka asam pada minyak goreng bekas penggorengan jajanan pasar tersebut melebihi nilai maksimal bilangan peroksida 10 meq/kg dan asam lemak bebas maksimal 0,3 % seperti yang telah tertulis dalam SNI - 3741- 2013.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi. Menurut (Winarno, 1997), sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Pada tahap inisiasi oksidasi ini hidrogen diambil dari senyawa asam lemak tidak jenuh menghasikan radikal bebas. Molekul-molekul minyak yang mengandung radikal bebas mengalami oksidasi. Kemudian radikal ini bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (peroksida aktif), yang selanjutnya dapat membentuk hidroperoksida bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek sehingga dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru. Hal ini dipercepat oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Pada suhu yang terlalu tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang, ikatan gliserin dapat pecah sehingga lepasnya dua molekul air dan membentuk senyawa akrolein. Senyawa akrolein bersifat volatil dan membentuk asap yang dapat mengiritasi mata. Pembentukan senyawa ini menyebabkan warna gelap. 
Dari hasil penghitungan, didapatkan bilangan peroksida untuk sampel yang menggunakan amilum 1%, yaitu 63,636 meq/1000 gram sedangkan untuk penghitungan bilangan peroksida pada sampel tanpa amilum 1%, yaitu 252,72 meq/1000 gram. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa minyak jelantah tersebut melebihi ambang batas bilangan peroksida seperti yang tertera pada  SNI - 3741- 2013 tentang standar mutu minyak goreng yaitu maksimal sebesar 10 meq/kg. Hal ini berarti bahwa minyak goreng setelah dipakai beberapa kali memiliki kualitas yang buruk dan sangat berbahaya apabila dikonsumsi.

IV.2.2. Pembahasan Bilangan Asam
    Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak atau minyak, yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis lemak atau minyak. Hidrolisis lemak atau minyak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada ikatan ester trigliserida akan menghailkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada reaksi berikut:                    
                Enzim
Trigliserida + H2O         Digliserida + Monogliserida + Asam Lemak Bebas
              Panas

Prosedur pada percobaan ini, yaitu dengan cara mengambil sebanyak 20 gram minyak goreng bekas jajanan pasar yang berwujud cair berwana hitam kecoklatan dan menambahkannya dengan alkohol 95% sampai larutan tersebut mempunyai pH sebesar 7. Fungsi penambahan alkohol adalah untuk melarutkan minyak. Karena minyak ahanya larut dalam larut dalam alkohol, kloroform, dietil eter, dan sebaginya. Selanjutnya,  memanaskan dengan bunsen sampai mendidih. Mengocok sampai semua terlarut. Mendinginkan sejenak, kemudian menitrasi sampel dengan larutan KOH 0,1 N. Fungsi penambahan KOH adalah untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Menambahkan indikator PP sebanyak 1-2 tetes Fungsi dari penambahan PP adalah karena sampel dititrasi dengan larutan basa. Menghentikan titrasi saat sampel menunjukkan warna merah pertanda titik ekuivalen telah tercapai.
      Dari tabel IV.1 dapat diketahui bahwa volume total KOH yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan sampel minyak goreng jelantah dari kantin D3 FTI yaitu sebesar 24 mL, sedangkan sampel dari penjual gorengan di daerah gebang yaitu sebesar 13 mL. 
Sehingga dari hasil perhitungan, didapatkan bilangan asam untuk minyak goreng  bekas dari kantin D3 FTI yaitu sebesar 23,562 mg KOH/gram minyak, sedangkan sampel dari penjual gorengan daerah gebang sebesar 14,586 mg KOH/gram minyak. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat dinyatakan bahwa bilangan asam sampel minyak bekas jajanan pasar tersebut melebihi ambang batas bilangan asam seperti yang tertera pada  SNI - 3741- 2013 tentang standar mutu minyak goreng yaitu maksimal sebesar 0,6 mg KOH/gram. Hal ini berarti bahwa minyak goreng setelah dipakai beberapa kali memiliki kualitas yang buruk dan sangat berbahaya apabila dikonsumsi.


BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.Semakin tinggi bilangan peroksida dan bilangan asam pada minyak goreng bekas, menandakan bahwa semakin rendah mutu minyak goreng bekas tersebut.
   2.Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan angka peroksida dan angka asam menggunakan cara titrasi dengan larutan Na2S2O3 dan KOH .
   3.Hasil percobaan yang didapatkan yaitu angka peroksida pada sampel dari minyak goreng curah (jelantah) dari kantin D3 FTI sebesar 3,84 meq/kg, sedangkan pada sampel minyak goreng curah (jelantah) dari penjual gorengan di daerah gebang sebesar 2,08 maeq/kg. Hasil perhitungan angka peroksida pada percobaan kami tidak melebihi ambang batas standar mutu minyak goreng, yaitu bilangan peroksida maksimal sebesar 10 meq/kg yang terdapat pada SNI - 3741- 2013 tentang Standar Mutu Minyak Goreng.


DAFTAR PUSTAKA

Ketaren,S.1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Kusnandar, Feri.1991. Kimia Pangan Komponen Makro.Jakarta:PT Dian Rakyat.
Winarno, F.G.1986.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka.
Apriyantono, A. (1989). Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Panagan, A.T. (2010). Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (allium ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains. 1,05-18.
Poedjiadi, A dan F.M Titin S. (2004). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press
Poedjiadi, A dan Supriyanti, F.M.T. (2006). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Sudarmaji, S, B. Haryono, dan Suhardi, 1989, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty dan Pusat Antar Fakultas Pangan dan Gizi UGM.

1 komentar: