KIMIA ORGANIK
Penulis : Maulana Adi Wibowo (2313 030 025)
Tanggal Percobaan : 15 Mei 2014
Tanggal Penyerahan : 15 Mei 2014
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si. MT.
Asisten Laboratorium : Didik Mujayadi. Amd
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
ABSTRAKSI
Percobaan
ini bertujuan untuk mengetahui dan menhitung angka
bilangan peroksida dalam sampel dan untuk mengetahui pengaruh bilangan bilangan
peroksida pada mutu sampel.
Prosedur
percobaan dari penentuan angka peroksida adalah pertama menimbang minyak
sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup, ditambahkan
30 ml pelarut yang terdiri dari asam asetat glasial: kloroform (3:2), mengocok larutan sampai minyak larut, setelah minyak larut,
tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan di tutup rapat sambil dikocok. Diamkan
selama 1 menit dengan kadang digoyangkan, ditambahkan 30 ml aquadest. (Warna
kuning jernih berubah menjadi kuning keruh), kemudian
titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai
warna kuning hampir hilang (kocok dengan kuat). Catatan: titrasikan sampai
warna kuning hampir hilang tapi jangan sampai warna kuning menjadi benar-benar
hilang karena saat penambahan amilum tidak akan terjadi perubahan warna menjadi
biru, ditambahkan 0,5 ml amilum 1 %. Campuran berubah menjadi biru gelap,
lanjutkan titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna biru hilang.
Hasil perhitungan bilangan peroksida yang
terdapat pada sampel Minyak Goreng Curah (Jelantah) dari kantin D3 FTI yaitu sebesar 3,84 meq peroksid/kg, dan pada
sampel Minyak goreng Curah (Jelantah) dari penjualgorengan di daerah Gebang yaitu sebesar 2,08 meq
peroksid/kg.
Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg
minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami
oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan
kondisi oksidasi yang masih dini.
Penggunaan suhu
tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak.
BAB I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau
minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk
identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak
tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa
peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah
dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan
dengan titrasi iodometri (menik, 2012) .
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng
adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah
mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal
reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak
atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan
selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini (menik, 2012) .
Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi
memiliki ciri-ciri yang khas, diantaranya. Jika dilihat secara kasat mata
minyak goreng tersebut cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika
dibandingkan dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih
berwarna kuning sampai coklat muda. Warna gelap pada minyak goreng disebabkan
oleh proses oksidasi terhadap tekoferol (vitamin E)(menik, 2012) .
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah
melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga
membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar
peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan
kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan
jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki
kadar peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat
ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida (menik, 2012) .
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara untuk mengetahui dan menghitung angka
bilangan peroksida dalam sampel?
2. Bagaimana cara mengetahui pengaruh bilangan peroksida
pada mutu sampel?
I.3 Tujuan
Percobaan
1. Untuk mengetahui dan menghitung angka bilangan
peroksida dalam sampel
2. Untuk mengetahui pengaruh bilangan peroksida pada mutu
sampel
I.4 Manfaat
Percobaan
1. Mengetahui dan dapat menghitung angka bilangan
peroksida dalam sampel
2. Mengetahui pengaruh bilangan peroksida pada mutu
sampel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian
Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk
pada golongan lipid yaitu, senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organic non-polar misalnya dietil
eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan
minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut (Fessenden and Fessenden, 1982).
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida
dari gliserol dan asam lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya
trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi ester dari satu molekul
gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga senyawa
ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak
penyusun lemak itu sama disebut trigliserida
paling sederhana. Tetapi jika ketiga asam lemak tersebut tidak
sama disebut dengan trigliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam mengandung
lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan menghasilkan
3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol.
Lemak
yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan berwujud
padat pada suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam lemak jenuh
sehingga berupa zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida
asam lemak tidak jenuh berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah minyak
tumbuhan. Lemak jika dikenakan pada jari akan terasa licin, dan pada kertas
akan membentuk titik transparan (C. Budimarwanti, 2000) .
II.2 Sifat
Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak
Sifat Sifat Fisika Minyak dan Lemak:
1. Warna
Zat
warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu:
a. Zat
warna alamiah
Zat
warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang
mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
b.
Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah
1.
Warna gelap
Disebabkan
oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (Vitamin E). Jika minyak bersumber dari
tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak bersama
minyak dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.
2.
Warna coklat
Pigmen
coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan
yang telah busuk atau memar.
3.
Warna kuning
Hubungan
yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning dalam minyak
terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama
penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu
kemerah-meraha
2. Kelarutan
Minyak
dan lemak hanya sedikit larut dalam alcohol, tetapi akan melarut sempurna dalam
etil eter, karbon dioksida dan pelarut-pelarut halogen
3. Titik
didih
Titik
didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya
rantai karbon asam lemak tersebut.
4. Slipping Point
Penetapan
slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
5. Shot Melting Point
Shot
melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak
atau lemak.
6. Bobot Jenis
Bobot
jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25. akan tetapi
dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40. atau
60untuk lemak yang titik cairnya tinggi
7. Indeks Bias
Indeks
bias pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk
pengujian kemurnian minyak.
II.3 Sifat
Kimia Minyak dan Lemak
1. Hidrolisa
Dalam
reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas
dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau
lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut.
Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan
bau tengik pada minyak tersebut.
2. Oksidasi
Proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan abu tengik
pada minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida
dan hidroperoksida.
3. Hidrogenasi
Proses
hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak dari lemak atau minyak. Reaksi
hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan
4. Esterifikasi
Proses
esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester.
(Ketaren, 1982)
II.4 Penyebab
Kerusakan Lemak dan Minyak
Ketengikan (rancidity) diartikan merupakan kerusakan atau perubahan bau dan
flavour atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam
lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu:
1. Absorbsi
bau oleh lemak
2. Aksi
oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
3. Aksi
mikroba
4. Oksidasi
oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan
tersebut di atas
(Ketaren, 1982)
II.5 Peroksida
Dalam percakapan umum
"peroksida" juga dapat merujuk pada larutan hidrogen peroksida.
Dalam jenisnya, peroksida dibagi menjadi dua, yaitu peroksida organic dan
peroksida anorganik (Anonim, 2013).
Dalam kimia organik peroksida adalah
suatu gugus fungsional dari sebuah
molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R'). Jika
salah satu dari R atau R' merupakan atom hidrogen,
maka senyawa itu disebut hidroperoksida (R-O-O-H). Radikal bebas HOO· disebut
juga radikal hidroperoksida, yang dianggap terlibat dalam reaksi
pembakaran hidrokarbon di udara (Anonim, 2013) .
Peroksida organik juga cenderung terurai membentuk
radikal RO·, yang berguna sebagai katalis dalam berbagai
reaksi polimerasi,seperti resin poliester yang digunakan
dalamglass-reinforced plastic (GRP). MEKP (metil etil keton peroksida)
biasanya digunakan untuk tujuan ini (Anonim, 2013) .
Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metil
metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin tergang, mengalami polimerisasi oleh
pemanasan tanpa hadirnya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi
sebagian besar monomer memerlukan beberapa jenis inisiator. Sekarang sudah
banyak tersedia inisiator-inisiator radikal bebas; mereka bisa dikelompokkan ke
dalam empat tipe utama: peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator
redoks, dan beberapa senyawa yang membentuk radikal-radikal di bawah pengaruh
cahaya (fotoinisiator). Radiasi berenergi
tinggi (partikel α, β, sinar γ dan X) bisa juga menimbulkan polimerisasi
radikal bebas, meskipun radiasi seperti ini jarang digunakan (Stevents, 2001) .
Bilangan peroksida adalah
indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka
peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh
oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering
digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi
iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi
iodometri.
Salah satu parameter
penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka
peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang
terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka
yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih
dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru
lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat
lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama
penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan
bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada
tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen
dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat
proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan
pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan
bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan
peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
II.6 BILANGAN IOD
Asam lemak yang tidak jenuh dalam mampu menyerap sejumlah
iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap
menunjukkan benyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh
( S, Ketaren, 1986).
Bilangan iod dinyatakan
sebagai jumlah gram yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Kecepatan
reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung pada macam
halogen dan struktur dari asam lemak. Dalam urutan lemak
iod>brom>fluor>klor menunjukkan bahwa semakin ke kanan reaktifitasnya
semakin bertambah.
II.6 Peroksida
dan hidroperoksida
Di antara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR)
dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka
tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu
dan laju yang bergantung pada strukturnya. Peroksida yang paling umum diapakai
adalah benzoil peroksida, yang mengalami homolisis termal untuk membentuk
radikal-radikal benzoiloksi. Radikal benzoil ini mungkin menjalani berbagai
reaksi selain beradisi ke monomer, termasuk rekombinasi, dekomposisi ke radikal
fenil dan karbondioksida, dan kombinasi radikal. Reaksi-reaksi sekunder ini
terjadi karena efek molekul-molekul pelarut yang mengikat (efek “sangkar”), dan
sebagai akibatnya, konsentrasi radikal-radikal inisiator berkurang. Dekomposisi
imbas adalah suatu reaksi “pembuangan” lainnya (Stevents, 2001) .
Dua jenis inisiator lainnya adalah diasetil
peroksida dan di-t-butil peroksida.
Hidroperoksida-hidroperoksida seperti kumil hidro-peroksida. Karena
hidroperoksida mengandung atom hidrogen aktif, dekomposisi imbas terjadi dengan
cepat, sebagai contoh melalui radikal ujung rantai. Radikal-radikal peroksi
bisa juga berkombinasi dengan pembentukan oksigen berikutnya (Stevents, 2001) .
Memanjang ke sisi yang mana terjadinya reaksi,
bergantung kepada struktur peroksida, stabilitas radikal-radikal yang mula-mula
terbentuk, dan reaktivitas monomer. Yang ideal, suatu inisiator peroksida
mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi
yang layak. Benzoil peroksida (waktu paruhnya 30 menit pada 100o C)
mempunyai keuntungan pada radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga
cenderung bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum
mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator.
Sebaliknya radikal-radikal asetoksi yang terbentuk dari diasetil peroksida,
sangat tidak stabil, dan pemborosan inisiator terjadi lebih cepat. Yang lebih
stabil daripada radikal benzoiloksi adalah radikal t-butoksi, yang hampir seluruhnya tertangkap (termakan) oleh
monomer; tetapi suhu dekomposisinya relatif tinggi (wakttu paruhnya 10 jam 126o
C) (Stevents, 2001) .
Dekomposisi peroksida seringkali bisa diinduksi
pada suhu yang lebih rendah dengan menambah promotor-promotor. Sebagai contoh, adisi
N,N-dimetilanilin ke benzoil peroksida menyababkan benzoil peroksida terurai
dengan cepat pada suhu kamar. Penelitian-penelitian kinetika menunjukkan bahwa
penguraian tersebut melibatkan pembentukan zat antara ionik tak stabil yang
bereaksi lebih lanjut untuk memberikan radikal benzoiloksi dan suatu kation
radikal. kation radikal ini kelihatannya menjalani reaksi-reaksi selain adisi
ke monomer, karena polimer-polimer yang terbentuk dengan metode ini tidak
mengandung nitrogen (Stevents, 2001) .
Bilangan peroksida adalah banyaknya
miliekuivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Bilangan peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri (Stevents, 2001) .
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel
Percobaan
Variabel yang digunakan dalam
percobaan ini adalah Minyak Goreng
Curah (Jelantah)
III.2 Bahan
1. Sampel
(Minyak goreng)
2. asam asetat glasial (CH3COOH
100%) dan Chloroform (CHCL3) dengan perbandingan 3 : 2.
3. KI Jenuh
4. Aquadest
5. Natrium Thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)
6. Amilum 1%
III.3 Alat
Percobaan
1. Biuret
2. Corong kaca
3. Erlenmeyer
4. Gelas beaker
5. Gelas ukur
6. Kaca arloji
7. Labu ukur
8. Pengaduk
III.4 Prosedur
Percobaan
1. Dengan menggunakan timbangan analitik, ditimbang
minyak sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup.
2. Ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari asam
asetat glasial : kloroform (3:2), goyangkan larutan sampai minyak larut.
3. Setelah minyak larut, tambahkan 0,5 ml larutan KI
jenuh dan di tutup rapat sambil dikocok. Diamkan selama 1 menit dengan kadang
digoyangkan.
4. Ditambahkan 30 ml aquadest. (Warna kuning jernih
berubah menjadi kuning keruh)
5. Kemudian titrasi dengan larutan Na2S2O3
0,01 N sampai warna kuning hampir hilang (kocok dengan kuat). Catatan :
titrasikan sampai warna kuning hampir hilang tapi jangan sampai warna kuning
menjadi benar-benar hilang karena saat penambahan amilum tidak akan terjadi perubahan
warna menjadi biru.
6. Ditambahkan 0,5 ml amilum 1 %. Campuran berubah
menjadi biru gelap.
7. Lanjutkan titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat
saat warna biru hilang.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
IV.1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Tabel Hasil Percobaan Titrasi Pertama
Na2S2O3
0,1 N
Sampel
|
Volume Titrasi (ml)
|
||
V1
|
V2
|
V rata-rata
|
|
Minyak goreng curah (jelantah) dari kantin D3 FTI
|
22
|
24
|
24
|
IV.1.2 Tabel Hasil
Percobaan Titrasi Kedua
Na2S2O3 0,1 N
Sampel
|
Volume Titrasi (ml)
|
||
V1
|
V2
|
V rata-rata
|
|
Minyak goreng curah (jelantah) dari penjual gorengan di daerah Gebang
|
10
|
16
|
13
|
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penentuan mutu
minyak goreng bekas penggorengan jajanan pasar secara kuantitatif yaitu dengan
menentukan bilangan peroksida dan bilangan asamnya.Bilangan peroksida
didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak
atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau
lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk senyawa aldehid, senyawa lakton,
maupun senyawa akrolein. Hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak
serta ketengikan minyak.
Semakin besar nilai bilangan peroksida
berarti semakin banyak peroksida yang terdapat pada sampel. Pada minyak bekas
diperlukan banyak larutan Na2S2O3 untuk
menitrasi I2 yang terbentuk. Berarti sangat banyak peroksida yang
terbentuk. Semakin besar bilangan peroksida yang didapat, maka semakin besar
kerusakan yang terjadi pada miyak tersebut. Dengan reaksi :
Pembentukan bau
tengik yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis. Derajat pembentukan bau tengik
lemak yang rusak dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dibebaskan.
IV.2.1
Pembahasan Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida
didefinisikan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak
atau lemak. Bilangan peroksida menunjukkan derajat kerusakan pada minyak atau
lemak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya
membentuk peroksida dan selanjutnya terbentuk senyawa aldehid, senyawa lakton,
maupun senyawa akrolein. Hal inilah yang menyebabkan bau dan rasa tidak enak
serta ketengikan minyak.Semakin besar nilai bilangan peroksida berarti semakin
banyak peroksida yang terdapat pada sampel.
Metode yang digunakan untuk menentukan angka
peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Prosedur
pertama pada percobaan ini yang digunakan untuk menentukan bilangan peroksida
dari minyak bekas penggorengan jajanan pasar, yaitu mengambil 5 gram sampel minyak yang berwujud cair
berwana
hitam kecoklatan dicampur dengan 30 mL larutan asam asetat dankloroform (3:2) yang berwujud cair tak berwarna, melarutkan
hingga sempurna dan warna larutan berubah menjadi kuning muda.Fungsi dari penambahan kloroform adalah sebagai pelarut.Karenaminyak merupakan kelompok yang masuk
pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya,
Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak
dapat larut dalam pelarut tersebut karena minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut tersebut. Sedangkan digunakan larutan
asam asetat glasial karena alkali iodida akan bereaksi sempurna dalam larutan
bersuasana asam.
Kemudian
ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh yang berwujud cair, kuning jernih dan
larutan menjadi kuning jernih. Fungsi dari penambahan KI adalah untuk
membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel. Pada tahap ini, terjadi reaksi sebagai
berikut:
R-OOH
+ 2KI + H2O à R-OH + I2 + 2 KOH
Kemudian
mendiamkan larutan selama 20 menit dan sesekali digoyang dan menambah 30 mL
aquades, hal ini bertujuan agar larutan bisa bercampur merata. Sebelum
melakukan titrasi dengan Na2S2O3.Larutan
ditambahkan larutan amilum 1 % terlebih dahulu.Penambahan amilum berfungsi
sebagai indikator adanya I2. Melakukan titrasi sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna
biru hilang. Tetapi, ternyata
setelah ditambahkan larutan amilum, larutan tidak berubah warna dan menunjukkan
bahwa larutan tidak mengandung I2. Pada tahap ini terjadi reaksi :
I2 + 2 Na2S2O3
à 2 NaI
+ Na2S4O6
Prosedur yang
sama dilakukan juga pada larutan sampel minyak goreng bekas jajanan pasar
tetapi tanpa menggunakan indikator amilum 1%.
Dari tabel IV.1 dapat diketahui bahwa
volume total Natrium Tiosulfat yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan sampel
minyak goreng jelantah menggunakan indikator amilum 1% dan larutan sampel
minyak goreng jelantah tanpa menggunakan indikator amilum 1% adalah
masing-masing sebesar 13,1 mL dan 14,7 mL.
Berdasarkan perhitungan
tersebut, dapat dinyatakan bahwa minyak bekas tidak sesuai standar SNI - 3741- 2013 tentang standar mutu minyak goreng
karena nilai bilangan peroksida dan angka asam pada minyak goreng bekas
penggorengan jajanan pasar tersebut melebihi nilai maksimal bilangan peroksida
10 meq/kg dan asam lemak bebas maksimal 0,3 % seperti yang telah tertulis dalam
SNI - 3741- 2013.
Peroksida terbentuk pada
tahap inisiasi oksidasi. Menurut (Winarno, 1997), sebuah atom hidrogen yang terikat
pada suatu atom karbon yang letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai
ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk
radikal bebas.
Pada
tahap inisiasi oksidasi ini hidrogen diambil dari senyawa asam lemak tidak
jenuh menghasikan radikal bebas. Molekul-molekul minyak yang mengandung radikal
bebas mengalami oksidasi. Kemudian
radikal ini bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (peroksida aktif), yang selanjutnya dapat membentuk hidroperoksida bersifat sangat
tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih
pendek sehingga dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida
dan radikal bebas yang baru. Hal ini dipercepat oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak,
aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik
pada lemak.
Pada suhu yang terlalu
tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang, ikatan gliserin dapat pecah
sehingga lepasnya dua molekul air dan membentuk senyawa akrolein. Senyawa
akrolein bersifat volatil dan membentuk asap yang dapat mengiritasi mata.
Pembentukan senyawa ini menyebabkan warna gelap.
Dari hasil penghitungan, didapatkan bilangan
peroksida untuk sampel yang menggunakan amilum 1%, yaitu 63,636 meq/1000 gram
sedangkan untuk penghitungan bilangan peroksida pada sampel tanpa amilum 1%,
yaitu 252,72 meq/1000 gram. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa
minyak jelantah tersebut melebihi ambang batas bilangan peroksida seperti yang
tertera pada SNI - 3741- 2013 tentang standar
mutu minyak goreng yaitu maksimal sebesar 10 meq/kg.
Hal ini berarti bahwa minyak goreng setelah dipakai beberapa kali memiliki
kualitas yang buruk dan sangat berbahaya apabila dikonsumsi.
IV.2.2. Pembahasan Bilangan Asam
Bilangan asam adalah bilangan yang
menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak atau minyak,
yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis lemak atau minyak.
Hidrolisis lemak atau minyak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada
ikatan ester trigliserida akan menghailkan asam lemak bebas seperti yang
terdapat pada reaksi berikut:
Enzim
Trigliserida + H2O Digliserida +
Monogliserida + Asam Lemak Bebas
Panas
Prosedur pada percobaan ini,
yaitu dengan cara mengambil sebanyak 20 gram minyak goreng bekas jajanan pasar
yang berwujud cair berwana hitam kecoklatan dan menambahkannya dengan alkohol
95% sampai larutan tersebut mempunyai pH sebesar 7. Fungsi penambahan alkohol
adalah untuk melarutkan minyak. Karena minyak ahanya larut dalam larut dalam
alkohol, kloroform, dietil eter, dan sebaginya. Selanjutnya, memanaskan dengan bunsen sampai mendidih.
Mengocok sampai semua terlarut. Mendinginkan sejenak, kemudian menitrasi sampel
dengan larutan KOH 0,1 N. Fungsi penambahan KOH adalah untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Menambahkan indikator
PP sebanyak 1-2 tetes Fungsi dari penambahan PP adalah karena sampel dititrasi
dengan larutan basa. Menghentikan titrasi saat sampel menunjukkan warna merah
pertanda titik ekuivalen telah tercapai.
Dari tabel IV.1 dapat diketahui bahwa
volume total KOH yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan sampel minyak goreng
jelantah dari kantin D3 FTI yaitu sebesar 24 mL, sedangkan sampel dari penjual
gorengan di daerah gebang yaitu sebesar 13 mL.
Sehingga
dari hasil perhitungan, didapatkan bilangan asam untuk minyak goreng bekas dari kantin D3 FTI yaitu sebesar 23,562
mg KOH/gram minyak, sedangkan sampel dari penjual gorengan daerah gebang
sebesar 14,586 mg KOH/gram minyak. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat
dinyatakan bahwa bilangan asam sampel minyak bekas jajanan pasar tersebut
melebihi ambang batas bilangan asam
seperti yang tertera pada SNI - 3741- 2013 tentang standar
mutu minyak goreng yaitu maksimal sebesar 0,6 mg KOH/gram.
Hal ini berarti bahwa minyak goreng setelah dipakai beberapa kali memiliki
kualitas yang buruk dan sangat berbahaya apabila dikonsumsi.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan
yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.Semakin tinggi
bilangan peroksida dan bilangan asam pada minyak goreng bekas, menandakan bahwa
semakin rendah mutu minyak goreng bekas tersebut.
2.Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan angka peroksida dan
angka asam menggunakan cara titrasi dengan larutan Na2S2O3
dan KOH .
3.Hasil
percobaan yang didapatkan yaitu angka peroksida pada sampel dari minyak goreng
curah (jelantah) dari kantin D3 FTI sebesar 3,84 meq/kg, sedangkan pada sampel
minyak goreng curah (jelantah) dari penjual gorengan di daerah gebang sebesar
2,08 maeq/kg. Hasil perhitungan angka peroksida pada percobaan kami tidak
melebihi ambang batas standar mutu minyak goreng, yaitu bilangan peroksida
maksimal sebesar 10 meq/kg yang terdapat pada SNI - 3741- 2013 tentang Standar Mutu Minyak Goreng.
DAFTAR PUSTAKA
Ketaren,S.1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).
Kusnandar, Feri.1991. Kimia Pangan Komponen
Makro.Jakarta:PT Dian Rakyat.
Winarno,
F.G.1986.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka.
Apriyantono,
A. (1989). Analisis Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Panagan,
A.T. (2010). Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (allium ascalonicum)
Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Goreng Curah. Jurnal
Penelitian Sains. 1,05-18.
Poedjiadi, A dan F.M Titin S. (2004). Dasar-dasar
Biokimia. Jakarta : UI Press
Poedjiadi,
A dan Supriyanti, F.M.T. (2006). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI
Press.
Sudarmaji,
S, B. Haryono, dan Suhardi, 1989, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan Pusat Antar Fakultas Pangan dan Gizi UGM.
pembahasannya sangat membantu, terimakasih ^_^
BalasHapus